Ketika Dua Lautan Bertemu: Merangkul, Bukan Menghakimi

Share :

Dalam hidup, terkadang dua arus besar bertemu. Satu datang dari gelombang kritik, satu lagi dari gelombang niat baik. Dan ketika keduanya bertemu, akan tercipta ombak besar yang bisa jadi menghancurkan… atau justru melahirkan perubahan.

Sebuah momen sederhana namun penuh makna terjadi ketika para Ketua Umum Asosiasi Developer Properti duduk bersama Firdaus, Ketua Umum Asosiasi Advokat Pembasmi tokoh yang tengah viral dengan berbagai kontroversi. Yang lebih menarik lagi, momen ini digagas langsung oleh M. Aditya, Ketua Umum DEPRINDO, yang justru memilih menggandeng Firdaus di saat banyak pihak menjauh.

Dunia bisa saja menilai dari satu sisi. Tapi seorang pemimpin sejati tahu bahwa semua orang punya sisi baik dan sisi buruk—dan tugas kita bukan menghakimi, tapi mengambil sisi baiknya.

Firdaus: Saya Datang Bukan untuk Dibela, Tapi untuk Belajar

Di tengah isu dan sorotan negatif, Firdaus tidak memilih bersembunyi. Ia datang. Duduk sejajar. Bersikap rendah hati. Ia hadir bukan untuk membenarkan semua yang pernah terjadi, tapi untuk membuka ruang perbaikan dan dialog.

“Semua orang bisa jatuh, tapi tidak semua orang berani bangkit. Saya datang bukan untuk dibela, tapi untuk belajar menjadi lebih baik.”
– Firdaus

Ini adalah bentuk keberanian yang jarang kita temui di tengah masyarakat yang terlalu cepat menghukum.

Aditya: Ketum yang Tidak Takut Berbeda

Sebagai Ketua Umum DEPRINDO, M. Aditya menunjukkan sikap luar biasa: merangkul ketika orang lain menjauh, dan membangun jembatan ketika yang lain membuat tembok. Ia memahami bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal membela yang aman, tapi juga memberi kesempatan kepada yang sedang diuji.

“Kita ini manusia, bukan malaikat. Kalau kita hanya mau bersama orang yang sempurna, kita akan kesepian.”
– M. Aditya

Ngopi: Ketika Dua Lautan Duduk Satu Meja

Apa yang terjadi saat dunia properti dan dunia hukum duduk satu meja? Bukan sekadar diskusi, tapi muncul semangat kolaborasi. Muncul rasa saling memahami. Bukan saling menilai siapa paling benar, tapi bagaimana bisa sama-sama bertumbuh dan memperbaiki ekosistem.

“Ngopi” bukan sekadar kegiatan santai. Ia menjadi simbol: bahwa di tengah perbedaan pandangan, tetap bisa ada ruang untuk saling dengar dan saling menguatkan.

Penutup: Dua Lautan Bertemu untuk Kebaikan

Dalam hidup, pertemuan dua lautan bisa menghasilkan badai, tapi juga bisa menciptakan pelangi. Semua tergantung niat. Momen ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa dunia tidak butuh lebih banyak hakim, tapi lebih banyak pemimpin yang berani memberi kesempatan kedua.

Dan jika hari ini kamu sedang terpuruk, ingatlah Firdaus. Jika kamu sedang memimpin, belajarlah dari Aditya.

“Mari kita jadi lautan yang menyembuhkan, bukan lautan yang menenggelamkan.”
– Catatan dari meja kopi Firdaus & Aditya