Si Sukses dan Si Pendengki: Sebuah Kutipan Perjalanan Hidup

Share :

sisukses dan sipendeki
Baca Juga :

Oleh: M. Aditya Prabowo

Dalam setiap perjalanan hidup, selalu ada dua jenis manusia yang berjalan beriringan: si sukses dan si pendengki.
Keduanya mungkin memulai dari titik yang sama, namun akan berakhir di jalan yang berbeda.

Awal Perjalanan: Visi yang Indah

Dahulu, si sukses adalah bagian dari sebuah komunitas asuransi jiwa. Komunitas itu punya visi yang mulia: “Sukses bersama.” Mereka membangun struktur organisasi rapi seperti koordinator wilayah, kabupaten, kecamatan, hingga desa. Semua anggota diberi target pencapaian bulanan, dilengkapi ilmu marketing, bahkan disuntik pemahaman sejarah aqidah Islami agar berpegang pada nilai spiritual.

Di sinilah si sukses tampil menonjol. Dengan kerja keras, doa, dan ilmu yang ia terapkan, ia menjadi koordinator pertama yang menembus target dengan hasil fantastik. Komunitas pun mengangkatnya sebagai contoh teladan, bahkan mempercayakan dirinya untuk melatih koordinator lain. Ilmu dan metode yang ia kembangkan disebarkan ke seluruh jaringan, hingga melahirkan SDM marketing yang tangguh.

Dinamika dan Batu Sandungan

Namun, perjalanan hidup tak selalu mulus. Saat roda kehidupan berputar, si sukses mengalami kejatuhan. Dari posisi puncak ia terhempas jatuh, bahkan terjerembab hingga ke titik minus.
Alih-alih mendapatkan dukungan, komunitasnya justru menghakimi. Ia dianggap salah, dipaksa menjalani sanksi sesuai kode etik organisasi. Para sahabat yang dulu dekat pun menjauh, takut berseberangan dengan pimpinan komunitas.

Sebuah Kesadaran Baru

Di tengah keterpurukan, si sukses berbicara kepada istrinya:
“Semua ini adalah pelajaran mahal, bagian dari kitab kehidupan yang harus kita bawa selamanya. Aku bersumpah tidak akan kembali. Aku akan membangun komunitas baru dengan orang-orang yang satu tujuan: dari kita, oleh kita, untuk kita — sejahtera bersama.”

Dengan keyakinan itu, si sukses bangkit. Ia memulai dari nol, membangun jejaring baru, berdiri di atas kakinya sendiri. Waktu pun membuktikan: ia kembali menjadi tokoh besar dalam dunia bisnis, lebih matang, lebih kuat, dan lebih berdaulat.

Pertemuan dengan Masa Lalu

Takdir kemudian mempertemukannya kembali dengan anak-anak dari komunitas lamanya. Dalam sebuah perbincangan bisnis, mereka menceritakan banyak hal. Si sukses pun menyadari: watak orang tua mereka masih sama — merasa paling benar, paling suci, bahkan mengaku seakan “dewa” dalam komunitas.

Si sukses hanya tersenyum. Ia tahu, air dan minyak tak akan pernah menyatu. Ada orang yang hidupnya untuk membangun, ada pula yang hanya sibuk meruntuhkan.

Pesan Kehidupan

Kisah ini adalah cermin bagi kita semua:

  • Kesuksesan sejati lahir dari kerja keras, bukan pengakuan orang lain.
  • Pendengki selalu ada, tapi tak pernah mampu menghentikan langkah orang yang benar-benar berjuang.
  • Kejatuhan bukan akhir, melainkan awal dari kebangkitan baru yang lebih besar.

Maka, jangan pernah gentar ketika dunia menghakimi. Jangan berhenti hanya karena ditinggalkan. Ingatlah bahwa hidup ini bukan tentang seberapa sering kita jatuh, melainkan seberapa kuat kita bangkit dan melangkah lagi.

Air dan minyak tidak akan pernah menyatu. Begitu pula antara si sukses yang tulus berjuang dengan si pendengki yang hidupnya hanya iri hati.

Semoga kutipan ini menjadi pengingat: teruslah berjalan di jalanmu, bangun komunitas yang sehat, dan percayalah — keberhasilanmu akan berbicara lebih lantang daripada seribu fitnah.