Coba bayangkan, kamu membeli sebidang tanah di pinggiran kota. Awalnya, harga tanah itu biasa saja, bahkan cenderung stagnan. Tapi begitu ada rencana pembangunan jalan tol atau gerbang tol baru di dekatnya, harga seketika melonjak, dan tiba-tiba tanah yang tadinya sepi jadi incaran banyak orang. Fenomena ini bukan sekadar mitos, melainkan fakta yang bisa dibuktikan dengan data terbaru di berbagai kota Indonesia.
Di Tangerang misalnya, berdasarkan laporan Pinhome kuartal IV tahun 2024, harga rumah tipe kecil (≤ 54 m²) naik hingga 19 persen di Kota Tangerang dan sekitar 8 persen di Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan. Lonjakan ini erat kaitannya dengan pembangunan Tol Kataraja (Kamal–Teluk Naga–Rajeg–Balaraja) yang membuka konektivitas baru. Kasus serupa terjadi di Depok. Meski pasar perumahan di sana sempat melemah secara umum, kecamatan Cimanggis, Cinere, dan Limo justru mengalami kenaikan harga rumah karena dilalui proyek tol baru. Cimanggis bahkan mencatat pertumbuhan harga hingga 9 persen
Alasannya sederhana: aksesibilitas. Jalan tol memangkas waktu tempuh menuju pusat bisnis dan fasilitas umum. Hunian yang tadinya dianggap jauh dari kota besar, seketika berubah jadi strategis. Faktor ini membuat permintaan properti di dekat tol melonjak, baik untuk hunian pribadi maupun investasi. Permintaan yang meningkat otomatis mendorong harga naik lebih cepat.
Tol juga membawa multiplier effect. Kehadirannya sering diikuti pembangunan fasilitas baru, mulai dari jalan penghubung, kawasan komersial, hingga pusat bisnis kecil. Lahan yang tadinya sepi bisa tiba-tiba ramai karena dilalui jalur vital. Developer besar bahkan menjadikan akses tol langsung sebagai daya tarik utama, contohnya Paramount Petals di Tangerang yang tengah menyiapkan akses tol KM 25 Jakarta–Merak, ditargetkan selesai akhir 2025.
Studi akademik pun menguatkan fakta ini. Riset di kawasan Cipali menunjukkan bahwa semakin dekat properti dengan pintu tol, semakin tinggi pula kenaikan harganya. Bahkan penelitian di daerah suburban lain menemukan bahwa rumah tangga yang tinggal lebih dekat ke tol cenderung mengalami peningkatan pendapatan karena lebih mudah menjangkau peluang kerja dan usaha. Dengan kata lain, tol bukan hanya menaikkan harga tanah, tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Lalu bagaimana dengan perumahan yang tidak memiliki akses tol? Situasinya berbeda. Hunian yang jauh dari tol atau hanya mengandalkan jalan arteri cenderung tumbuh lebih lambat. Di Bekasi, misalnya, perumahan dekat akses tol bisa mencapai harga Rp 20–30 juta/m², sementara yang jauh dari tol sering stagnan atau naik tipis meski harganya lebih terjangkau. Bahkan meski ada permintaan rumah murah di bawah Rp 500 juta, kenaikan nilainya tidak secepat hunian yang dekat dengan pintu tol atau transportasi umum utama.
Artinya, tol memang jadi katalis utama pertumbuhan nilai properti. Tanpa akses tol, kenaikan harga biasanya bergantung pada faktor lain, seperti ketersediaan transportasi umum, fasilitas pendidikan dan kesehatan, pusat komersial, hingga rencana tata kota. Jika faktor-faktor itu kuat, hunian tanpa tol pun bisa naik, tapi kecepatannya jarang menyamai lonjakan di sekitar jalan tol.
Namun, bukan berarti semua properti dekat tol otomatis menguntungkan. Ada risiko yang perlu diperhatikan, seperti polusi udara dan kebisingan, keterlambatan pembangunan tol, atau harga spekulatif yang tidak seimbang dengan fasilitas pendukung. Karena itu, pembeli perlu cermat menilai lokasi, infrastruktur sekitar, dan rencana jangka panjangnya.
Pada akhirnya, jalan tol bukan hanya soal mempercepat perjalanan, tapi juga mempercepat pertumbuhan nilai aset. Ia mengubah wajah kawasan, mengangkat harga tanah, meningkatkan daya tarik investasi, bahkan berdampak pada ekonomi lokal. Maka, ketika mendengar ada rencana pembangunan tol baru, bisa jadi itu sinyal emas bahwa kawasan sekitar akan segera berubah dan harga properti akan melaju kencang menyusul arus kendaraan yang melintasinya.