Pentingnya Ilmu dan Skill dalam Mengelola Aset Perumahan: Refleksi dari Pertemuan di Karawaci

Share :

Pentingnya Ilmu dan Skill dalam Mengelola Aset Perumahan: Refleksi dari Pertemuan di Karawaci
Baca Juga :

Oleh : M Aditya Prabowo

Pada hari Jum’at, 22 Agustus, saya mendapat kesempatan untuk menghadiri sebuah pertemuan penting di salah satu Bank BUMN di Karawaci. Agenda tersebut mempertemukan pihak bank dengan beberapa developer muda yang diundang secara khusus untuk berdiskusi mengenai persoalan perumahan dan aset-aset NPL (Non-Performing Loan) yang dimiliki bank.

Sekitar pukul 10.30 WIB, diskusi dimulai. Berbagai topik terkait aset kol hingga NPL dibahas secara terbuka. Menariknya, sebagian developer yang hadir adalah pemilik langsung dari aset-aset bermasalah tersebut. Percakapan berjalan intens hingga akhirnya tiba giliran saya untuk menyampaikan pandangan.

Saya mengajukan pertanyaan yang sempat membuat suasana ruangan hening:
“Kenapa aset bisa masuk kategori Coll dan akhirnya menjadi NPL?”

Pertanyaan ini membuat pihak bank dan para developer terdiam, saling memandang satu sama lain. Saya pun melanjutkan dengan memberikan analisis:

Banyak developer kurang memahami segmentasi pasar di wilayah tempat mereka membangun. Mereka kerap “menabrak” tanpa dasar riset yang tepat, hanya mengandalkan asumsi semata. Akibatnya, pembebasan lahan dilakukan seluas-luasnya tanpa perhitungan siapa yang nantinya akan membeli. Hal ini lebih berorientasi pada mengamankan cash flow perusahaan ketimbang strategi pembangunan yang sehat.

BACA JUGA : https://hipnusa.id/bisnis-developer-properti-risiko-tidak-bisa-dihilangkan-tapi-bisa-dikendalikan/

Di sinilah pentingnya bergabung dengan Asosiasi Developer Real Estate. Melalui asosiasi, developer dapat memperoleh informasi wilayah potensial untuk dikembangkan, serta berbagai edukasi dan pelatihan. Saat ini, Asosiasi kami telah ada program Inkubator yang dirancang untuk membina para pengembang agar lebih matang dalam perencanaan dan pengelolaan bisnis.

Saya menekankan, meskipun “nasi sudah menjadi bubur”, seorang developer harus mampu mengolah “bubur” tersebut menjadi hidangan yang enak dan bernilai tinggi. Artinya, meski proyek mengalami kendala, tetap ada cara kreatif untuk mengoptimalkan aset agar menghasilkan nilai tambah.

Saya pun mengajak pihak perbankan untuk ikut serta memberikan edukasi kepada para developer muda. Walau mereka bukan anggota asosiasi yang saya bina, saya merasa prihatin dengan kondisi ini. Saya percaya persoalan NPL bukan semata-mata karena faktor karakter, melainkan karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan.

Pihak bank pun merespons positif dengan membuka peluang kolaborasi agar masalah ini bisa diatasi bersama.

Penutup

Pengalaman ini menjadi pembelajaran berharga: dalam dunia properti, modal uang saja tidak cukup. Ilmu, riset pasar, keterampilan manajerial, dan jejaring yang tepat merupakan kunci agar bisnis tetap sehat dan berkelanjutan.