Oleh: M. Aditya Prabowo
Dalam dunia properti, khususnya dalam aktivitas take over proyek perumahan yang mangkrak, banyak developer pemula maupun berpengalaman yang terjebak dalam “jebakan legalitas semu”. Kasus ini bermula ketika seorang developer melakukan pengambilalihan (take over) sebuah proyek perumahan yang sudah berjalan namun terbengkalai di tengah jalan. Secara administratif dan legalitas permukaan berupa Akta Jual Beli (AJB), Surat Pelepasan Hak (SPH), dan pengecekan BPN serta notaris semuanya terlihat aman dan tidak bermasalah.
Namun masalah besar muncul setelah proyek berjalan: sertifikat tanah ternyata diblokir oleh BPN. Setelah ditelusuri lebih dalam, ternyata developer pertama belum sepenuhnya melunasi pembayaran kepada pemilik lahan. Parahnya lagi, muncul gugatan dari ahli waris yang menuntut haknya atas tanah tersebut.
Kenapa Bisa Terjadi?
Pertanyaannya kemudian: kok bisa SPH dibuat sedangkan tanah belum lunas?
Jawabannya ada pada celah dalam proses jual beli tanah di Indonesia. Pemilik lahan (pemegang hak) dan pihak developer awal mungkin sudah membuat SPH di hadapan notaris, padahal pembayaran belum tuntas. Notaris hanya mencatat pernyataan para pihak bukan mengonfirmasi pelunasan secara faktual. Di sinilah letak bahayanya.
Developer baru yang mengambil alih proyek hanya melihat SPH dan AJB di atas kertas tanpa menggali aspek de facto pembayarannya. Maka ketika developer awal gagal menyelesaikan pembayaran, pemilik lahan atau ahli warisnya punya hak untuk memblokir sertifikat bahkan menggugat secara hukum.
Langkah-Langkah Pencegahan Saat Take Over Proyek Perumahan
Agar tidak terulang kesalahan fatal seperti di atas, berikut langkah-langkah preventif saat melakukan take over proyek:
1. Audit Legalitas dari Hulu ke Hilir
- Jangan hanya memeriksa dokumen permukaan (SPH, AJB, IMB).
- Audit utuh harus mencakup bukti pembayaran ke pemilik lahan awal.
- Mintalah bukti lunas berupa kwitansi atau bukti transfer yang sah.
2. Cek Status Sertifikat di BPN dengan Surat Kuasa Langsung dari Pemilik Tanah
- Permintaan informasi BPN sebaiknya disertai dengan surat kuasa dari pemilik sah, bukan hanya developer awal.
- Cek apakah ada blokir, sengketa, atau catatan lain di buku tanah dan warkah.
3. Verifikasi Hubungan Hukum antara Developer Lama dan Pemilik Lahan
- Apakah developer awal benar sudah memiliki hak jual/bangun? Atau hanya memiliki perjanjian kerja sama?
- Jika berupa kerjasama, pastikan perjanjiannya jelas: siapa pemilik tanah, siapa yang menanggung risiko.
4. Konsultasi dengan Notaris Independen
- Gunakan notaris yang independen, bukan notaris bawaan developer lama.
- Minta notaris tersebut membuat legal opinion terkait kekuatan dokumen.
5. Minta Surat Pernyataan Tidak Ada Tunggakan Pembayaran
- Surat ini wajib ditandatangani oleh pemilik tanah yang asli, disaksikan notaris.
- Sertakan klausul bahwa lahan sudah lunas dibayar dan tidak dalam sengketa.
6. Gunakan Escrow Account Bila Pembayaran Belum Lunas
- Jika pelunasan belum selesai, pastikan pembayaran melalui rekening bersama (escrow).
- Developer baru hanya mentransfer jika dokumen diserahkan lengkap dan tanpa sengketa.
7. Pasang Iklan Pengumuman di Media Masa
- Ini langkah penting untuk melihat apakah ada pihak yang merasa memiliki klaim atas tanah tersebut.
- Berikan waktu keberatan publik sebelum melakukan transaksi final.
Penutup
Kasus take over proyek mangkrak yang terbentur sertifikat terblokir bukan hanya merugikan secara finansial, tapi juga mencoreng reputasi developer. Legalitas properti bukan hanya tentang dokumen di atas kertas, tapi tentang kejelasan hak atas tanah secara menyeluruh.
Sebagai developer, kita harus menjadi lebih teliti, skeptis, dan tidak mudah percaya pada “legalitas semu”. Audit menyeluruh, verifikasi pembayaran, dan transparansi mutlak adalah kunci agar tidak terjebak kasus hukum yang bisa menghancurkan proyek dan bisnis ke depan.
Jika Anda sedang mempertimbangkan take over proyek, pastikan langkah-langkah di atas menjadi SOP internal Anda.
Salam properti aman dan berkelanjutan.